Jumat, 18 Mei 2012

Saat-saat Terakhir Rasulullah SAW

Detik-detik Wafatnya Rasulullah SAW

Ketika ajal Rasulullah SAW semakin dekat, beliau memanggil para sahabat ke rumah Aisyah RA. Beliau berkata: “Selamat datang kalian semua, semoga Allah SWT mengasihi kalian semua. Aku berwasiat kepada kalian semua agar bertaqwa kepada Allah SWT dan menaati segala perintah-Nya. Sesungguhnya hari perpisahan antara aku dengan kalian semua hampir dekat, dan dekat pula saat kembalinya seorang hamba kepada Allah SWT dan menempatkannya di syurga. Jika ajalku telah sampai maka hendaklah Ali yang memandikanku, Fadl bin Abbas hendaklah menuangkan air dan Usamah bin Zaid hendaklah membantu keduanya. Setelah itu, kafanilah aku dengan pakaianku sendiri jika kalian semua menghendaki, atau kafanilah aku dengan kain Yaman yang putih. Setelah kalian memandikan aku, maka letakkan aku di atas balai tempat tidurku dalam rumahku ini. Setelah itu keluarlah kalian semua sebentar meninggalkan aku. Pertama yang akan menshalatkan aku ialah Allah SWT, kemudian yang akan menshalati aku ialah Jibril AS, kemudian diikuti oleh malaikat Israfil, malaikat Mikail, dan yang terakhir sekali adalah malaikat lzrail berserta dengan semua para pembantunya. Setelah itu baru kalian semua masuk bergantian secara berkelompok untuk menshalati aku.”

Setelah mendengar ucapan yang sungguh menyayat hati itu para sahabat menangis dengan nada yang keras dan berkata: “Ya Rasulullah SAW, engkau adalah seorang Rasul yang diutus kepada kami dan untuk semua. Selama ini engkaulah yang memberi kekuatan dalam penemuan kami dan engkaulah penguasa yang mengurus perkara kami. Apabila engkau tiada nanti, kepada siapakah kami akan bertanya setiap persoalan yang timbul nanti?.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Dengarlah para sahabatku, aku tinggalkan kepada kalian semua jalan yang benar dan jalan yang terang. Dan telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua penasihat yang satu dari padanya pandai bicara dan yang satu lagi diam saja. Yang pandai bicara itu ialah al-Quran dan yang diam itu ialah maut. Apabila ada sesuatu persoalan yang rumit di antara kalian, maka hendaklah kalian semua kembali kepada al-Quran dan Hadis-ku dan sekiranya hati kamu itu berkeras maka lembutkan dia dengan mengambil pelajaran dari mati.”

Tak lama setelah kejadian itu, Rasulullah SAW mengalami sakit. Dalam bulan Shafar Rasulullah SAW sakit selama 18 hari dan sering diziarahi oleh para sahabat. Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa Rasulullah SAW diutus pada hari Senin dan wafat pada hari Senin. Pada hari Senin penyakit Rasulullah SAW bertambah berat. Setelah Bilal RA menyelesaikan azan subuh, maka Bilal segera pergi ke rumah Rasulullah SAW. Sampai di rumah Rasulullah ia pun memberi salam: “Assalamu’alaika ya Rasulullah.” Lalu dijawab oleh Fathimah RA: “Rasulullah SAW masih sibuk dengan urusan beliau.” Mendengar penjelasan dari Fathimah RA, Bilal pun kembali ke masjid tanpa memahami kata-kata Fathimah itu. Ketika waktu subuh hampir habis, Bilal pergi sekali lagi ke rumah Rasulullah SAW dan memberi salam seperti tadi. Kali ini salamnya didengar oleh Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW berkata: “Masuklah wahai Bilal, sesungguhnya penyakitku ini semakin berat, oleh karena itu suruhlah Abu Bakar untuk mengimami shalat subuh berjamaah dengan mereka yang hadir.” Mendengar kata-kata Rasulullah SAW, Bilal pun segera berjalan menuju ke masjid sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata: “Aduh musibah.”

Sesampainya di masjid, Bilal memberitahu Abu Bakar tentang apa yang telah dikatakan Rasulullah SAW kepadanya. Abu Bakar tidak dapat menahan dirinya. Ketika melihat mimbar kosong maka dengan suara yang keras Abu Bakar menangis sehingga ia jatuh pingsan. Melihat peristiwa itu, para shahabatpun menangis, sehingga Rasulullah SAW mengetahui hal itu dan bertanya kepada Fathimah: “Wahai Fathimah apa yang telah terjadi?.” Sayidah Fathimah berkata: “Kegundahan kaum muslimin, karena engkau tidak pergi ke masjid.” Kemudian Rasulullah SAW memanggil shahabat Ali RA dan Fadhl bin Abas RA, lalu Rasulullah SAW bersandar kepada keduanya, kemudian pergi ke masjid. Setelah sampai di masjid, Rasulullah pun melakukan shalat subuh bersama dengan para shahabat.

Setelah selesai shalat subuh, Rasulullah SAW bekhuthbah di hadapan para shahabat: “Wahai kaum muslimin, kalian semua senantiasa dalam pertolongan dan pemeliharaan Allah SWT, oleh karena itu hendaklah kalian semua bertaqwa kepada Allah SWT dan mengerjakan segala perintah-Nya. Sesungguhnya aku akan meninggalkan dunia ini dan kalian semua. Dan hari ini adalah hari pertama aku di akhirat dan hari terakhir aku di dunia.” Setelah berkata demikian, maka Rasulullah SAW pulang ke rumah beliau. Kemudian Allah SWT mewahyukan kepada malaikat lzrail AS: “Wahai lzrail, pergilah kamu kepada kekasihku dengan sebaik-baik rupa, dan apabila kamu hendak mencabut ruhnya maka hendaklah kamu lakukan dengan cara yang paling halus dan lembut. Ketika kamu pergi ke rumahnya maka minta izinlah terlebih dahulu, kalau ia mengizinkan, maka masuklah kamu ke rumahnya dan kalau ia tidak mengizinkan kamu masuk maka hendaklah kamu kembali padaku.”

Setelah malaikat lzrail mendapat perintah dari Allah SWT, maka malaikat lzrail turun dengan menyerupai orang Arab Baduwi. Setelah sampai di depan rumah Rasulullah SAW, ia pun memberi salam: “Assalaamu alaikum yaa ahla baitin nubuwwah wa ma’danir risaalah, a adkhulu?” (Mudah-mudahan keselamatan tetap untuk kalian semua, wahai penghuni rumah nabi dan sumber risalah, bolehkan saya masuk?) Sayidah Fathimah yang mendengar salam tersebut berkata: “Wahai hamba Allah, Rasulullah SAW sedang sibuk karena sakitnya yang semakin berat.” Kemudian malaikat lzrail mengulangi salamnya lagi, dan kali ini didengar oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bertanya kepada Fathimah: “Wahai Fathimah, siapakah di depan pintu itu.” Maka Fathimah berkata: “Ya Rasulullah, ada seorang Arab Baduwi memanggilmu, dan aku telah katakan kepadanya bahwa engkau sedang sibuk karena sakit, sebaliknya dia memandangku dengan tajam sehingga badan ini terasa menggigil.” Rasulullah SAW berkata: “Wahai Fathimah, tahukah kamu siapakah orang itu?.” Jawab Fathimah: “Tidak ayah.” “Dia adalah malaikat lzrail, malaikat yang akan memutuskan segala macam nafsu syahwat yang memisahkan perkumpulan-perkumpulan dan yang memusnahkan semua rumah serta meramaikan kubur.” Mendengar perkataan Nabi seperti itu, Sayidah Fathimah tidak dapat menahan air matanya lagi setelah mengetahui bahwa saat perpisahan dengan ayahandanya akan berakhir, dia menangis sejadi-jadinya. Mendengar tangisan Fathimah, Nabipun berkata: “Janganlah engkau menangis wahai Fathimah, engkaulah orang yang pertama dalam keluargaku yang akan bertemu dengan aku.” Selanjutnya Rasulullah SAW mengizinkan malaikat lzrail masuk. Malaikat lzrail masuk dengan mengucapkan: “Assalamuaalaikum ya Rasulallah.” Lalu Rasulullah SAW menjawab: “Wa alaikassalam, wahai lzrail engkau datang menziarahi aku atau untuk mencabut ruhku?” Maka berkata malaikat lzrail: “Kedatangan saya adalah untuk menziarahimu dan untuk mencabut ruhmu, itupun kalau engkau mengizinkan, kalau engkau tidak mengizinkan maka aku akan kembali.” Rasulullah SAW bersabda: “Wahai lzrail, dimanakah kamu tinggalkan Jibril?” Berkata lzrail: “Saya tinggalkan Jibril di langit dunia, para malaikat sedang memuliakannya.” Tak lama kemudian akhirnya Jibril AS turun dan duduk di dekat kepala Rasulullah SAW.

Melihat kedatangan Jibril AS, Rasulullah pun berkata: “Wahai Jibril, tahukah kamu bahwa ajalku sudah dekat?” Malaikat Jibril menjawab: “Ya, aku tahu.” Rasulullah SAW bertanya lagi: “Wahai Jibril, beritahu kepadaku kemuliaan yang menggembirakan aku disisi Allah SWT.” Malaikat Jibril berkata: “Sesungguhnya semua pintu langit telah dibuka, para malaikat berbaris rapi menanti ruhmu di langit. Kesemua pintu-pintu syurga telah dibuka, dan kesemua bidadari sudah berhias menanti kehadiran ruhmu.” Rasulullah SAW bersabda: “Alhamdulillah, sekarang katakanlah pula tentang umatku di hari kiamat nanti.” Maka Malaikat Jibril berkata: “Allah SWT telah berfirman: “Sesungguhnya aku telah melarang semua para nabi masuk ke dalam syurga sebelum engkau masuk terlebih dahulu, dan aku juga melarang semua umat memasuki syurga sebelum umatmu memasuki syurga.”
Wallahu A’lam…

Kamis, 17 Mei 2012

Apa Itu Bid'ah?

Definisi dan Pengertian BID'AH menurut para Ulama'

Apa itu bid'ah?apa sih definisi atau pengertian Bid'ah itu?pertanyaan ini lah yang sering muncul di kalangan umum, khususnya orang-orang yang mau memperdebatkan masalah bid'ah, terutama di kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah.Bid’ah secara umum bermakna mengadakan sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. Inilah yang dikenal sebagai makna bid’ah secara bahasa, yang ditulis diberbagai media/ web saat ini. Kemudian ada pula makna bid’ah yang lain, yaitu bid’ah secara istilah. Makna Bid’ah secara istilah disandarkan pada definisi yang diberikan oleh Imam Syathibi, yaitu bahwa makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam agama yang menandingi syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk membuat nilai lebih dalam beribadah kepada Allah. Selanjutnya Imam Syatibi memakai istilah bid’ah dengan makna ini. Hanya makna ini, bukan makna secara bahasa. Dan inilah bid’ah yang sesat, sebagaimana hadits Rasulullah saw tentang bid’ah yang terkenal.

Bid'ah yang sudah pasti terlarang adalah bid’ah secara istilah, yaitu bid’ah dalam kacamata syariat, yang oleh Imam Syatibi dikatakan sebagai bid’ah saja (bukan bid’ah syayi’ah, dlalalah, dsb. Hanya BID’AH). Dan ini pula maksud hadits Rasulullah saw tentang bid’ah yang sesat. Ketika bid’ah diklasifikasi menjadi dua bagian besar, yaitu bid’ah terpuji dan tercela, maka Sayyid Muhammad Alwi Al Maliki menjelaskan bahwa pengklasifikasian bid’ah menjadi bid’ah yang baik dan buruk (BOLEH dan TERLARANG) itu hanya berlaku untuk pengertian bid’ah yang ditinjau dari segi bahasa (dari kitab mafahim …). Dan semua telah sepakat bahwa bid’ah dalam kacamata syara’ (bid’ah secara istilah) tidak lain adalah sesat dan fitnah yang tercela.

Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa pendapat bid’ah terbagi menjadi hasanah dan sayyiah adalah pendapat yang sangat cermat dan hati-hati. Karena pendapat ini memandang kepada setiap hal baru untuk mematuhi hukum syari’at dan kaidah-kaidah agama, dan mengharuskan kaum muslimin untuk menyelaraskan semua urusan dunia, baik yang bersifat umum atau khusus, sesuai dengan syariat Islam, agar mengetahui hukum Islam yang terdapat di dalamnya, betapapun besarnya bid’ah itu. Sikap semacam ini tidak mungkin direalisasikan kecuali dengan mengklasifikasikan bid’ah dengan tepat dan telah mendapat pertimbangan dari para aimmatul ushul.

Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki menjelaskan, secara umum bid’ah terbagi menjadi dua kategori besar; terlarang dan boleh. Ini selaras dengan kategori menurut Imam Syafi’i yang membagi ‘perkara baru’ (al-bid‘ah) dan ‘perkara baru yang diadakan’ (al-muhdathât) sebagai ‘baik’ atau ‘buruk bergantung kepada apakah perkara itu selaras dengan Syari‘at atau tidak. Imam al-Syâfi’i Rohimahullah berkata bahwa bid‘ah itu dua jenis, yaitu bid‘ah yang dipuji (bid‘ah mahmûdah) dan bid‘ah yang dikeji (bid‘ah mazmûmah). Apa yang selaras dengan Sunnah itu dipuji (mahmûdah) dan apa yang bertentangan itu dikeji (mazmûmah). Beliau mengakomodasi dalil dari kenyataan Sayidina ‘Umar ibn al-Khattâb RA kepada jamaah yang mengerjakan sholat Tarawih di bulan Ramadhan dengan katanya: “Alangkah cantiknya bid‘ah ini!”.Tampak di sini bahwa Imam Syafi’i tidak membahas bid’ah hanya dari aspek istilah saja, tetapi beliau membahas secara umum.

Imâm al-`Izz Ibn `Abd al-Salâm menyebut bahawa Bid‘ah itu ada lima jenis, sama sebagaimana yang diputuskan para fuqaha dalam amalan perbuatan seeorang, yaitu: Wâjib, Harâm, Sunat , Makrûh, dan mubâh. Hal ini dikarenakan kalau kita ditanya tentang status hukum suatu perkara, maka di dalam islam hanya dikenal status hukum yang lima itu. Tidak ada status hukum bernama bid’ah. Maka setiap perkara (termasuk perkara yang baru, yang notabene adalah bid’ah secr bahasa) pasti dapat dimasukkan ke dalam ke lima status hukum tersebut.
Pembagian ini memperhalus 2 (dua) klasifikasi di atas menjadi 5 (lima), yaitu ke status hukum standard (haram, makruh, mubah, sunnah, wajib). Lantas di manakah status bid’ah istilah (syara’) menurut Imam Syatibi? Bid’ah dari kacamata syara’ tetap berada dalam kategori haram, termasuk di dalam klasifikasi haram. Makna bid’ah menurut Imam Syatibi telah jelas, yaitu membatasi hanya pada kacamata syar’i. Makna bid’ah menurut Imam Syafi’i rhm telah jelas pula, yaitu secara bahasa (umum). Kesalahan yang sering terjadi adalah seseorang memakai makna bid’ah menurut Imam Syatibi, untuk memandang setiap perkara bid’ah dalam makna menurut Imam Syafi’i. Akibatnya semua bid’ah (makna Imam Syafi’i) di-vonis sesat semua. Ini adalah kesalahan yang fatal.

Wallahu a'lam.(qoul ulama')

Selasa, 24 April 2012

Biografi Hadrotusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al-Ishaqi RA

KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi


KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi merupakan putera dari KH. Utsman Al-Ishaqi. Beliau mengasuh Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya. Kelurahan Kedinding Lor terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Di atas tanah kurang lebih 3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah yang diasuh KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi, putra Kiai Utsman Al-IshaqI. Nama Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri.

Jika dirunut, Kiai Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang ke 38, yakni Ahmad Asrori putra Kiai Utsman Al Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq ayah Sunan Giri. Karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman berputra 13 orang.

Berikut silsilahnya :

Ahmad Asrori Al Ishaqi – Muhammad Utsman – Surati – Abdullah – Mbah Deso – Mbah Jarangan – Ki Ageng Mas – Ki Panembahan Bagus – Ki Ageng Pangeran Sedeng Rana – Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guo – Fadlullah Sido Sunan Prapen – Ali Sumodiro – Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri – Maulana Ishaq – Ibrahim Al Akbar – Ali Nurul Alam – Barokat Zainul Alam – Jamaluddin Al Akbar Al Husain – Ahmad Syah Jalalul Amri – Abdullah Khan – Abdul Malik – Alawi – Muhammad Shohib Mirbath – Ali Kholi’ Qasam – Alawi – Muhammad – Alawi – Ubaidillah – Ahmad Al Muhajir – Isa An Naqib Ar Rumi – Muhammad An Naqib – Ali Al Uraidli – Ja’far As Shodiq – Muhammad Al Baqir – Ali Zainal Abidin – Hussain Bin Ali – Ali Bin Abi Thalib / Fathimah Binti Rasulullah SAW.

Semasa hidup, Kiai Utsman adalah mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Dalam dunia Islam, tarekat Naqsyabandiyah dikenal sebagai tarekat yang penting dan memiliki penyebaran paling luas; cabang-cabangnya bisa ditemukan di banyak negeri antara Yugoslavia dan Mesir di belahan barat serta Indonesia dan Cina di belahan timur. Sepeninggal Kiai Utsman tahun 1984, atas penunjukan langsung Kiai Utsman, Kiai Ahmad Asrori meneruskan kedudukan mursyid ayahnya. Ketokohan Kiai Asrori berawal dari sini.

Konon, almarhum KH. Utsman adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli At-Tamimi (ayah KH. Musta’in) Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Beliau dibaiat sebagai mursyid bersama Kiyai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri asal Mojokerto. Kemudian sepeninggal Kiai Musta’in (sekitar tahun 1977), beliau mengadakan kegiatan sendiri di kediamannya Sawah Pulo Surabaya.

Maka, jadilah Sawah Pulo sebagai sentra aktifitas thariqah di kota metropolis di samping Rejoso sendiri dan Cukir Jombang. Sepeninggal Kiai Utsman, tongkat estafet kemursyidan kemudian diberikan kepada putranya, Kiai Minan, sebelum akhirnya ke Kiai Asrori (konon pengalihan tugas ini berdasarkan wasiat Kiai Utsman menjelang wafatnya). Di tangan Kiai Asrori inilah jama’ah yang hadir semakin membludak. Uniknya, sebelum memegang amanah itu, Kiai Asrori memilih membuka lahan baru, yakni di kawasan Kedinding Lor yang masih berupa tambak pada waktu itu.

Dakwahnya dimulai dengan membangun masjid, secara perlahan dari uang yang berhasil dikumpulkan, sedikit demi sedikit tanah milik warga di sekitarnya ia beli, sehingga kini luasnya mencapai 2,5 hektar lebih. Dikisahkan, ada seorang tamu asal Jakarta yang cukup ternama dan kaya raya bersedia membantu pembangunan masjid dan pembebasan lahan sekaligus, tapi Kiai Asrori mencegahnya. “Terima kasih, kasihan orang lain yang mau ikutan menyumbang, pahala itu jangan diambil sendiri, lebih baik dibagi-bagi”, ujarnya.

Kini, di atas lahan seluas 2,5 hektar itu Kiai Asrori mendirikan Pondok Pesantren Al Fithrah dengan ratusan santri putra putri dari berbagai pelosok tanah air. Untuk menampungnya, pihak pesantren mendirikan beberapa bangunan lantai dua untuk asrama putra, ruang belajar mengajar, penginapan tamu, rumah induk dan asrama putri (dalam proses pembangunan) serta bangunan masjid yang cukup besar.

Itulah Kiai Asrori, keberhasilannya boleh jadi karena kepribadiannya yang moderat namun ramah, di samping kapasitas keilmuan tentunya. Murid-muridnya yang telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi terbatas kepada masyarakat awam yang telah berusia lanjut saja, akan tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yang pada mulanya justru asing dengan thariqah.

Walaupun tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu-elukan banyak orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah sosok yang tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.

Tanda tanda menjadi panutan sudah nampak sejak masa mudanya. Masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kala itu Kiai Asrori muda yang badannya kurus karena banyak tirakat dan berambut panjang memiliki geng bernama “orong-orong”, bermakna binatang yang keluarnya malam hari. Jama’ahnya rata-rata anak jalanan alias berandalan yang kemudian diajak mendekatkan diri kepada Allah lewat ibadah pada malam hari. Meski masih muda, Kiai Asrori adalah tokoh yang kharismatik dan disegani berbagai pihak, termasuk para pejabat dari kalangan sipil maupun militer.

Tugas sebagai mursyid dalam usia yang masih muda ternyata bukan perkara mudah. Banyak pengikut Kiai Utsman yang menolak mengakui Kiai Asrori sebagai pengganti yang sah. Sebuah riwayat menceritakan bahwa para penolak itu, pada tanggal 16 Maret 1988 berangkat meninggalkan Surabaya menuju Kebumen untuk melakukan baiat kepada Kiai Sonhaji. Tidak diketahui dengan pasti bagaimana sikap Kiai Asrori terhadap aksi tersebut namun sejarah mencatat bahwa Kiai Arori tak surut. Ia mendirikan pesantren Al-Fithrah di Kedinding Lor, sebuah pesantren dengan sistem klasikal, yang kurikulum pendidikannya menggabungkan pengetahuan umum dan pengajian kitab kuning. Ia juga menggagas Al-Khidmah, sebuah jamaah yang sebagian anggotanya adalah pengamal tarekat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jamaah ini menarik karena sifatnya yang inklusif, ia tidak memihak salah satu organisasi sosial manapun.

Meski dihadiri tokoh-tokoh ormas politik dan pejabat negara, majelis-majelis yang diselenggarakan Al-Khidmah berlangsung dalam suasana murni keagamaan tanpa muatan-muatan politis yang membebani. Kiai Asrori seolah menyediakan Al-Khidmah sebagai ruang yang terbuka bagi siapa saja yang ingin menempuh perjalanan mendekat kepada Tuhan tanpa membedakan baju dan kulit luarnya. Pelan tapi pasti organisasi ini mendapatkan banyak pengikut. Saat ini diperkirakan jumlah mereka jutaan orang, tersebar luas di banyak provinsi di Indonesia, hingga Singapura dan Filipina. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang luar biasa, Kiai Asrori terbukti mampu meneruskan kemursyidan yang ia dapat dari ayahnya. Bahkan lebih dari itu, ia berhasil mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke suatu posisi yang mungkin tak pernah ia bayangkan.

Kiai Asrori adalah pribadi yang istimewa. Pengetahuan agamanya dalam dan kharisma memancar dari sosoknya yang sederhana. Tutur katanya lembut namun seperti menerobos relung-relung di kedalaman hati pendengarnya. Menurut keluarga dekatnya, sewaktu muda Kiai Asrori telah menunjukkan keistimewaan-keistimewaan.

Mondhoknya tak teratur. Ia belajar di Rejoso satu tahun, di Pare satu tahun, dan di Bendo satu tahun. Di Rejoso ia malah tidak aktif mengikuti kegiatan ngaji. Ketika hal itu dilaporkan kepada pimpinan pondok, Kiai Mustain Romli, ia seperti memaklumi, “biarkan saja, anak macan akhirnya jadi macan juga.” Meskipun belajarnya tidak tertib, yang sangat mengherankan, Kiai Asrori mampu membaca dan mengajarkan kitab Ihya’ Ulum al-Din karya Al-Ghazali dengan baik. Di kalangan pesantren, kepandaian luar biasa yang diperoleh seseorang tanpa melalui proses belajar yang wajar semacam itu sering disebut ilmu ladunni (ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT). Adakah Kiai Asrori mendapatkan ilmu laduni sepenuhnya adalah rahasia Tuhan, wallahu a’lam. Ayahnya sendiri juga kagum atas kepintaran anaknya. Suatu ketika Kiai Utsman pernah berkata “Seandainya saya bukan ayahnya, saya mau kok ngaji kepadanya.” Barangkali itulah yang mendasari Kiai Utsman untuk menunjuk Kiai Asrori (bukan kepada anak-anaknya yang lain yang lebih tua) sebagai penerus kemursyidan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah padahal saat itu Kiai Asrori masih relatif muda, 30 tahun.

SILSILAH THORIQOH QODIRIYYAH WA NAQSHABANDIYYAH

41. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Ahmad Asrori Al Ishaqi
      Bertalqin dan berbai’at dari :
40. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Muhammad ‘Utsman bin Nadiy Al Ishaqi
      Bertalqin dan berbai’at dari :
39. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abi Ishamuddiyn Muhammad Romliy At Tamimimiy
      Bertalqin dan berbai’at dari :
38. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Kholil Rejoso
      Bertalqin dan berbai’at dari :
37. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Hasbullaah Madura
      Bertalqin dan berbai’at dari :
36. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Ahmad Khothib As Sambasiy
      Bertalqin dan berbai’at dari :
35. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Syamsuddiyn
      Bertalqin dan berbai’at dari :
34. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Murod
      Bertalqin dan berbai’at dari :
33. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abdul Fattaah
      Bertalqin dan berbai’at dari :
32. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Kamaluddiyn
      Bertalqin dan berbai’at dari :
31. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Utsman
      Bertalqin dan berbai’at dari :
30. Al Arif BillaaHh Hadrotusy-syaikh Abdur Rohiym
      Bertalqin dan berbai’at dari :
29. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abu Bakar
      Bertalqin dan berbai’at dari :
28. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Yahya
      Bertalqin dan berbai’at dari :
27. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Chisamuddiyn
      Bertalqin dan berbai’at dari :
26. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Waliyuddiyn
      Bertalqin dan berbai’at dari :
25. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Nuruddiyn
      Bertalqin dan berbai’at dari :
24. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Zainuddiyn
      Bertalqin dan berbai’at dari :
23. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Syarofuddiyn
      Bertalqin dan berbai’at dari :
22. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Syamsuddiyn
      Bertalqin dan berbai’at dari :
21. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Muhammad Al Hataki
      Bertalqin dan berbai’at dari :
20. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abdul ‘Aziyz
      Bertalqin dan berbai’at dari :
19. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abdul Qodir Al Jiylani
      Bertalqin dan berbai’at dari :
18. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abu Sa’id Al Mubarrok
      Bertalqin dan berbai’at dari :
17. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abu Hasan Ali Al Hakariy
      Bertalqin dan berbai’at dari :
16. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abul Faraj Al Thurthusiy
      Bertalqin dan berbai’at dari :
15. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abdul Wahid Al Tamimi
      Bertalqin dan berbai’at dari :
14. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abu Bakar As Shibliy
      Bertalqin dan berbai’at dari :
13. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abdul Qosim Junaiyd Al Baqhdadiy
      Bertalqin dan berbai’at dari :
12. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Sari As Siqthi
      Bertalqin dan berbai’at dari :
11. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Al Ma’ruf Al Karkhi
      Bertalqin dan berbai’at dari :
10. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Abul Hasan Ali Ridlo
      Bertalqin dan berbai’at dari :
9. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Musa Kadziym
    Bertalqin dan berbai’at dari :
8. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Ja’far As Shodiyq
    Bertalqin dan berbai’at dari :
7. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Imam Muhammad Baqir
    Bertalqin dan berbai’at dari :
6. Al Arif Billaah Hadrotusy-syaikh Zainul Abiddiyn
    Bertalqin dan berbai’at dari :
5. Al Arif Billaah Sayyidina Husain RodliyallaaHhu ‘anhu
    Bertalqin dan berbai’at dari :
4. Al Arif Billaah Sayyidina Ali Karromallaahu Wajhahu
    Bertalqin dan berbai’at dari :
    Sayyidil Mursaliyn wa Habiybi Robbil ‘aalamiyn, Rosul utusan Allaah kepada sekalian kepada Makhluk, 
    yakni Sayyidina Muhammad SAW
3. RosuulullaaHh Muhammad SAW
    Bertalqin dan berbai’at dari :
2. Sayyidina Jibril Alaihis-salam
    Bertalqin dan berbai’at dari :
1. Allah SWT

Meninggalnya KH Asrori Al Ishaqi (58), menjadi berita duka bagi keluarga besar Pondok Al Fithrah dan jamaah Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah di Tanah Air. Siapa sosok Kiai Asrori? Kaum muslimin Indonesia berduka, tepat disaat menyambut Harlah Bangsa Indonesia, telah berpulang kehadirat Allah SWT dengan penuh senyum, Hadrotusy Syaikh KH Achmad Asrori Al-Ishaqi, tanggal 18 Agustus 2009 pada pukul 02.20 WIB. Hadrotusy Syeikh Ahmad Asrory Al Ishaqi, Mursid Thoriqoh Qodiriyyah Wa Naqshabandiyyah, wafat karena sakit komplikasi yang dideritanya selama ini. Dia sempat dioperasi dan menjalani check up di Singapura sebelum meninggal dunia.

“Almarhum meninggal kemungkinan besar karena faktor usia dan kelelahan maupun penyakit ginjal yang dideritanya meski sempat menjalani operasi di RS Lafayat Malang,” kata salah satu kerabat Djudjuk M Usdek Kariono kepada wartawan. Bagi para santri dan petakziyah yang tidak bisa melihat dari dekat proses pemakaman KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi, pihak ponpes menyiapkan beberapa televisi yang ditempatkan di beberapa titik di kompleks ponpes itu.

Sementara Jalan Kedinding Lor ditutup total. Pasalnya jalan itu dipadati oleh para pelayat maupun kendaraan baik roda dua dan roda empat. Bahkan di Jalan Kedung Cowek atau jalan akses menuju Jembatan Suramadu digunakan sebagai parkir kendaraan pelayat. Tampak karangan bunga dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Beberapa karangan bunga lainnya berasal dari Gubernur Jawa Timur, Sekretaris Pemkot Surabaya dan para pengasuh pondok pesantren se Jawa Timur. Presiden SBY sempat bertandang ke ponpes tersebut Rabu (28/1/2009) lalu. Di ponpes itu SBY menyerahkan bantuan dan beasiswa bagi pondok pesantren di Indonesia termasuk Assalafi Al Fithrah.

Jenazah Hadrotusy Syaikh  KH. Achmad Asrori Al-Ishaqi RA dimakamkan sebelum waktu sholat Dhuhur di lingkungan Pondok Pesantren Kedinding Lor. Pemakaman Kyai Asrori dihadiri Muspida, KH.Abdur Rasyid pemimpin pesantren, Wisnu Broto Direktur Pendidikan Pondok Pesantren Departemen Agama dan Kombespol Ronnie F. Sompie Kapolwiltabes Surabaya.

Karangan bunga duka cita dari sejumlah tokoh penting masih berdiri kokoh di pintu gerbang Pondok Assalafi Al Fithrah di Jalan Kedinding Lor 99 Kota Surabaya. Ada karangan bunga dari Presiden SBY, Gubernur Jatim Soekarwo, Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bahrul Alam, Kapolwiltabes Surabaya Kombespol Ronny F Sompie, dan Wali Kota Surabaya Bambang DH.

Para petakziah pun terus berdatangan. Mereka langsung ziarah ke makam tokoh dan mursyid jamaah Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah, KH Asrori Al Ishaqi, di depan masjid pondok. Gundukan bekas tanah galian makam masih terlihat basah. Hamparan karpet warna hijau dan sejumlah sekatan kayu lapis bercat putih yang diposisikan sekitar 5 meter dari makam berdiri. Kayu ini untuk membatasi barisan depan peziarah dengan lokasi makam Kiai Asrori.

Para pengurus atau pimpinan pondok pun masih larut dalam suasana duka. ”Masih suasana duka, tak ada wawancara sampai tujuh hari sepeninggal Pak Kiai (Asrori),” ujar seorang santri usai shalat zuhur, kepada Suara Merdeka.

Sebagai Mursyid


Kiai Asrori adalah anak Kiai Utsman dan memiliki 13 saudara yang kini tinggal 9 orang. Kiai Utsman meninggal pada Januari 1984 pada usia 77 tahun. Kiai Utsman adalah santri KH Ramli Tamim, ayah KH Mustain Ramli.

Ketika Kiai Ramli Tamim masih hidup, ada 3 kiai yang dibaiat sebagai mursyid (pimpinan tarekat) Qodiriyah Wa Naqsabandiyah, yakni KH Utsman Al Ishaqi Kedinding Lor Surabaya, KH Makki Karangkates Kediri, dan KH Bahri Mojosari Mokojerto.

Berdasar buku ”Politik Tarekat” yang ditulis Mahmud Sujuthi (2001), sepeninggal Kiai Utsman, estafet kepemimpinan lembaga tarekat dipimpin Kiai Asrori, saat usia baru 30 tahun. Di bawah kepemimpinan Kiai Asrori, Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah berkembang dan memperoleh apresiasi dari banyak umat. Ada kegiatan yang disebut khususiyah yang dihelat tarekat ini yang dihadiri rata-rata 4.000 orang di Pondok Al Fithrah.

“Yang menarik pengamal tarekat pimpinan Kiai Asrori adalah sebagian besar karyawan swasta, PNS, ilmuwan, dan tokoh penting pemerintahan. Di kalangan Tarekat Kedinding Lor yang berhak melakukan baiat kepada anggota baru adalah Kiai Asrori saja selaku mursyid, tak ada khalifah atau badal atau wakil mursyid sebagaimana tarekat Cukir Jombang dan Rejoso Jombang,” tulis Mahmud Sujuthi.

Sebagaimana anak kiai besar dan dihormati karena ilmunya yang tinggi, Kiai Asrori dalam menimba ilmu dan pengetahuan agama mengembara dari satu pondok ke pondok lainnya. Tapi, tempo mondoknya tergolong singkat. Kabarnya, Kiai Asrori pernah nyantri di Pondok Darul Ulum Rejoso Jombang hanya setahun. Demikian pula di Pondok Pare Kediri dan Pondok Bendo juga setahun.

Anak Macan

Yang menarik, ketika mondok di Pondok Rejoso Jombang, Kiai Asrori tak aktif mengikuti ngaji. Namun itu tak membuat risau KH Mustain Ramli, pimpinan Pondok Rejoso. “Biarkan saja, anak macan kan akhirnya jadi macan juga,” kata Kiai Mustain Ramli.

Karena kepintarannya yang luar biasa, terutama di bidang ilmu agama, di kalangan kiai dan santri pondok, Kiai Asrori dinilai memiliki ilmu laduni (ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT). Dia memperoleh ilmu itu tanpa melalui proses belajar-mengajar yang wajar sebagaimana dijalani santri pondok pada umumnya.

Selama menimba ilmu di Pondok Rejoso itu, Kiai Asrori mampu membaca dan mengajarkan kitab Ihya’ Ulum Al-Din karya Imam Al Ghazali dengan sangat baik. “Kalau saya bukan bapaknya, saya mau kok ngaji kepadanya,” ujar KH Utsman Al Ishaqi sebagaimana dikutip dari buku “Politik Tarekat” karya Dr Mahmud Sujuthi.

Karena kepintarannya itu, tak ada keraguan sedikit pun pada Kiai Utsman untuk menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan tarekat yang dipimpinnya kepada anaknya, Kiai Asrori. Kendati Kiai Asrori bukan anak laki-laki tertua dari 9 bersaudara.

“Kiai Asrori ulama tarekat yang luar biasa dan istiqomah menjalankan perannya itu dengan baik. Karena itu, semua fatwa dan pandangannya diikuti umatnya. NU sangat kehilangan sepeninggal beliau,” kata Rois Syuriah NU Jatim, KH Miftakhul Akhyar.

Tarekat Qodiriyyah Wan Naqsabandiyah Kedinding Lor Surabaya di bawah pimpinan Kiai Asrori termasuk 3 lembaga tarekat besar di lingkungan NU. Dua lembaga tarekat lain adalah Tarekat Rejoso Jombang di bawah pimpinan KH Mustain Ramli dan Tarekat Cukir Jombang dengan pimpinan KH Adlan Ali.

Hakikatnya, ketiga tarekat itu awalnya bersumber dari satu wadah, yakni Tarekat Rejoso Jombang. Setelah KH Mustain Ramli merapat ke Golkar pascapemilu 1971 dan mendukung partai itu pada pemilu 1977, terjadi pembelahan tarekat di kalangan NU.

Yang berdiri berseberangan secara politik dengan Tarekat Rejoso adalah Tarekat Cukir di bawah pimpinan KH Adlan Ali. Tarekat Cukir ketika itu dekat dengan kalangan PPP dan Pondok Tebuireng Jombang di bawah pimpinan KH Yusuf Hasyim (Pak Ud).

Tarekat Kedinding Lor di bawah KH Utsman Al Ishaqi memisahkan diri dari Tarekat Rejoso di bawah mursyid KH Mustain Ramli bukan karena pertimbangan politik yakni masuknya Kiai Mustain ke Golkar. Tapi, karena Kiai Mustain menghapus KH Utsman Al Ishaqi dari silsilah Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Rejoso.

Padahal, yang mengangkat Kiai Mustain sebagai mursyid adalah Kiai Utsman atas permintaan Nyai Djah, bukan langsung dari ayahnya KH Ramli Tamim. Pada era 1970-an, komunitas tarekat yang identik dengan kalangan NU itu menjadi sasaran penguasa Orde Baru untuk dirangkul. Soeharto melalui Golkar berhasil merebut dan mengambil hati KH Mustain Ramli yang memimpin Tarekat Rejoso. Padahal, saat itu sebagian besar kiai, tokoh, dan warga NU merapat ke PPP. Sebab, partai ini dinilai sebagai satu-satunya partai yang mewadahi dan memperjuangkan aspirasi umat Islam dan berasas Islam pula.

Karena itu, kiai tarekat lain yang lebih dekat ke PPP mendirikan Tarekat Cukir dengan tokoh utama KH Adlan Ali dan didukung Pondok Tebuireng. Dalam perspektif politik, Tarekat Rejoso dan Cukir berada di posisi berseberangan. Di sisi lain, Tarekat Kedinding Lor berada di titik netral. Tak terikat dengan partai mana pun maupun menyandarkan diri di antara Tarekat Rejoso dan Cukir.

Dari sisi perilaku politik, Tarekat Rejoso bersifat adaptif kompromis, Tarekat Cukir bersifat antagonis, dan Tarekat Kedinding Lor bersifat kooperatif. Selain itu, dari sudut pola pemikiran, antara Tarekat Rejoso dan Kedinding sama-sama bersifat rasionalistik, realistik, dan substantivistik. Sedang Tarekat Cukir bersifat skripturalistik, idealistik, dan formalistik.

Cuma dari sisi afiliasi politik, antara ketiga tarekat itu berbeda-beda. Tarekat Rejoso merapat ke Golkar, Tarekat Cukir bersandar ke PPP, dan Tarekat Kedinding Lor berposisi netral. Karena sifat netralnya secara politik, Tarekat Kedinding Lor di bawah pimpinan Kiai Asrori memiliki hubungan dan jaringan yang luar biasa banyak dengan berbagai kalangan di tingkat nasional.

Kiai Asrori memiliki akses dengan pusat-pusat kekuasaan di Jakarta. Ketika Ibu Tien Soeharto wafat dan diperingati 100 hari kematiannya, Kiai Asrori yang memimpin tahlil akbar di Ndalem Kalitan Solo dan makam Astana Giribangun Karanganyar, Jateng.

Tapi, Tarekat Kedinding Lor tak pernah mengarahkan jamaahnya untuk memilih parpol tertentu pada pemilu, termasuk pada pileg dan pilpres 2009 lalu. Pondok Al Fithrah, selain dikenal sebagai mursyid Tarekat Kedinding Lor Surabaya, Kiai Asrori mewarisi peran ayahnya sebagai pengasuh ponpes. Pondok Assalafi Al Fithrah yang didirikan tahun 1985 bersama 3 santri Pondok Darul Ubudiyah Jatipurwo Surabaya, yakni Zainal Arief, Wahdi Alawy, dan Khoiruddin sekarang mengalami perkembangan pesat.

Pondok Al Fithrah kini memiliki 2.600 santri dan santriwati. Dari jumlah itu, 1.209 santri bersifat menetap dan yang tak menetap sebanyak 1.391 santri. Pondok yang berdiri di atas lahan 4 hektare lebih itu, memiliki lembaga pendidikan di semua tingkatan, dari tingkat TK, MI, MTS, MA, dan STIU Al Fithrah.

Ada sejumlah kegiatan unggulan Pondok Al Fithrah dibanding pondok salaf lainnya di lingkungan NU. Di antaranya, jamaah maktubah, aura aurod, dan qiroatul Alquran. (Ainurrohim-77) dikutib sesuai aslinya dari Kitab Al Khulashotul wa fiy-yah, fil Aadabi wa Kaifiy-yatidz-dzikri indas-saadatil Qodiyiyyah Wan naqsyabandiyyah Al Utsmaniyyah

MENYATUKAN UMMAT LEWAT THARIQAH


“Beliau masih muda. Namun, Surabaya dan Jawa Timur bahkan seluruh Jawa hingga Jakarta dan Asia Tenggara seperti dalam genggaman pengaruhnya, itulah KH. Achmad Asrori Al-Ishaqi putra keenam KH. Utsman asal Kedinding Lor Surabaya Jawa Timur.”

Minggu pagi akhir bulan Pebruari tahun 2006 lalu kawasan Lapangan Mataram Kota Pekalongan yang biasanya ramai oleh masyarakat yang ingin berolah raga ringan, berbelanja dan sekedar jalan jalan untuk menikmati udara pagi, hari itu tampak lain dari hari-hari minggu sebelumnya. Puluhan keamanan sejak subuh disibukkan oleh kehadiran puluhan ribu masyarakat berbaju putih putih dari berbagai penjuru kota di Jawa untuk mengatur arus lalu lintas. Saking padatnya, Jalan Wilis dan Sriwijaya merupakan jalur utama jurusan Semarang Jakarta harus ditutup total selama 24 jam dan disulap menjadi area parkir kendaraan roda dua dan empat atau lebih. Bahkan malam sebelumnya puluhan rombongan bis bis pariwisata dan reguler serta ratusan kendaraan pribadi sudah memasuki wilayah Kota Pekalongan yang terkenal dengan industri batiknya menuju satu titik, yakni Lapangan Mataram. Ada apa gerangan ?

Di Lapangan Mataram inilah tidak kurang dari lima puluh ribu kaum muslimin dan muslimat, dari anak-anak hingga orang dewasa dari berbagai penjuru tanah air secara bersama sama melakukan kegiatan istighotsah, manaqib Sayyidatina Siti Khodijah Al-Kubro RHa dan tahlil akbar dalam rangka “Haflah dzikir, Maulidurrasul dan Haul Akbar Ummil Mukminin Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro RHa.” yang dipimpin langsung oleh ulama kharismatik penyejuk ummat asal Kedinding Lor, Semampir, Surabaya Jawa Timur, yakni KH. Ahmad Asrori Utsman Al Ishaqi.

Suara gema istighotsah dan tahlil akbar mengguncang langit Kota Pekalongan di pagi hari menembus cakrawala hingga radius dua kilometer. Kota Pekalongan yang biasanya ramai oleh hiruk pikuk masyarakat sibuk dengan urusannya masing masing, hari itu ikut larut dalam gema istighotsah dan tahlil. Apalagi kegiatan ini disiarkan langsung oleh tiga radio yang sudah punya nama di Kota Pekalongan dan Batang, yakni Radio Amarta FM, Radio Abirawa Top FM dan Radio PTDI Walisongo, maka lengkaplah suasana di pagi hari yang cerah dengan busana putih putih di atas hamparan rumput hijau dengan menyebut asma Allah hingga ribuan kali sampai menggetarkan kalbu yang gersang oleh kondisi zaman.

“Kegiatan bertaraf internasional ini diselenggarakan tidak hanya semata-mata mendo’akan istri Rasulullah SAW Ummil Mukminin Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro saja, akan tetapi juga mendoa’akan sesepuh para ulama, syuhada’ dan sholihin serta ummat Islam yang telah ikut berjasa dalam pengembangan agama Islam di wilayah Kota Pekalongan dan sekitarnya”, ujar Ketua Umum Pengurus Pusat Jama’ah Al Khidmah H. Hasanuddin, SH. kepada NU Batik Online. Maka, tidaklah mengherankan jika masyarakat begitu antusias mengikuti acara yang baru pertama kali digelar di Kota Pekalongan.
Bayangkan saja, lapangan Mataram yang cukup luas itu disulap oleh panitia menjadi arena berdzikir bak tenda besar. Seluruh lapangan tertutup rapat oleh tenda tidak kurang dari 250 set layos (tratag) dan di dalamnya membentang panggung raksasa ukuran 50 x 16 meter persegi dengan dekorasi yang cukup mewah. Untuk persiapannya saja, memerlukan waktu tiga hari memasangnya dan pihak panitia mendatangkan secara khusus panggung dan dekorasi dari Ponpes Al Fithrah Semarang.

Bahkan untuk mengcover arena agar seluruh peserta dzikir dapat mendengar dengan baik, pihak panitia mendatangkan secara khusus sound system berkekuatan 30 ribu watt dari Malang Jawa Timur yang diangkut satu truk tronton, di tambah dengan 6 set sound system lokal dengan kekuatan masing masing 3 ribu watt, sehingga peserta / pengunjung yang hadir dapat mengikuti acara demi acara dengan baik dan khusu’, saking besarnya kekuatan sound system, acara tersebut dapat didengar hingga radius 2 kilometer.

Mayoritas jama’ah yang hadir memang datang dari seluruh pelosok Jawa Tengah. “Kami sengaja hadir di majelis ini, karena pada tahun ini hanya diselenggarakan di Pekalongan”, ujar Mukminin asal Jepara. Dirinya membawa beberapa bus untuk mengangkut rombongan asal kota ukir Jepara. “Kegiatan tahun kemarin di Kabupaten Demak kami juga membawa rombongan lebih besar, akan tetapi karena kali ini agak jauh maka tidak banyak yang kami bawa” kata pemuda yang masih lajang ini. Hal senada juga diungkapkan Rohman pimpinan rombongan asal Grobogan dan Nur Kholis asal Salatiga. Selain Jawa Tengah, tidak sedikit pula rombongan berasal dari Jawa Timur, Madura, Jawa Barat dan Jakarta. Hal ini terlihat dari kendaraan berplat nomor AG, L, W, N, B dan lain lain. Bahkan juga hadir puluhan jama’ah asal mancanegara, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam dan Timur Tengah.

Rumah-rumah penduduk dan gedung-gedung di sekitar Lapangan Mataram seperti Gedung Wanita, Kantor MUI, Balai Kelurahan Podosugih, Balai Kelurahan Bendan, Rumah Singgah Dupan Mall, Gedung Balai Latihan Kerja (BLK), serambi-serambi Masjid, Musholla hingga ruko berubah fungsi menjadi tempat penginapan. “Saya setiap pagi selalu mendengarkan pengajian Kiai Asrori di Amarta FM, materinya sangat disukai masyarakat dan menyejukkan hati, jadi sangat wajar jika masyarakat sekitar sini dengan antusias rumahnya menjadi tempat penginapan”, kata Ibu Romlah asal Podosugih Kota Pekalongan. Bahkan Paguyuban warung makan Lamongan yang banyak tersebar di kawasan jalur Pantura secara ikhlas menyediakan makanan dan minuman gratis untuk para tetamu yang telah hadir pada malam sebelumnya.

Uswah khasanah


Kalau ada pertanyaan, faktor apa yang mempersatukan mereka, bahkan rela berdesak-desakan selama berjam-jam ? jawabannya ada dua, yaitu Thariqah dan sosok Kyai Asrori sendiri selaku Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah (dinisbatkan kepada Kiai Utsman). Konon, almarhum KH. Utsman adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli Tamim (ayah KH. Musta’in) Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Beliau dibaiat sebagai mursyid bersama Kiyai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri asal Mojokerto. Kemudian sepeninggal Kiai Musta’in (sekitar tahun 1977), beliau mengadakan kegiatan sendiri di kediamannya Sawah Pulo Surabaya.

Maka, jadilah Sawah Pulo sebagai sentra aktifitas thariqah di kota metropolis di samping Rejoso sendiri dan Cukir Jombang. Sepeninggal Kiai Utsman, tongkat estafet kemursyidan kemudian diberikan kepada putranya, Kiai Minan, sebelum akhirnya ke Kiai Asrori (konon pengalihan tugas ini berdasarkan wasiat Kiai Utsman menjelang wafatnya). Di tangan Kiai Asrori inilah jama’ah yang hadir semakin membludak. Uniknya, sebelum memegang amanah itu, Kiai Asrori memilih membuka lahan baru, yakni di kawasan Kedinding Lor yang masih berupa tambak pada waktu itu.

Dakwahnya dimulai dengan membangun masjid, secara perlahan dari uang yang berhasil dikumpulkan, sedikit demi sedikit tanah milik warga di sekitarnya ia beli, sehingga kini luasnya mencapai 2,5 hektar lebih. Dikisahkan, ada seorang tamu asal Jakarta yang cukup ternama dan kaya raya bersedia membantu pembangunan masjid dan pembebasan lahan sekaligus, tapi Kiai Asrori mencegahnya. “Terima kasih, kasihan orang lain yang mau ikutan menyumbang, pahala itu jangan diambil sendiri, lebih baik dibagi-bagi”, ujarnya.

Kini, di atas lahan seluas 2,5 hektar itu Kiai Asrori mendirikan Pondok Pesantren Al Fithrah dengan ratusan santri putra putri dari berbagai pelosok tanah air. Untuk menampungnya, pihak pesantren mendirikan beberapa bangunan lantai dua untuk asrama putra, ruang belajar mengajar, penginapan tamu, rumah induk dan asrama putri (dalam proses pembangunan) serta bangunan masjid yang cukup besar.

Hingga kini, murid-muridnya yang telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi terbatas kepada masyarakat awam yang telah berusia lanjut saja, akan tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yang pada mulanya justru asing dengan thariqah.

Walaupun tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu-elukan banyak orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah sosok yang tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.

Sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyah Wa Naqsabandiyah Al Utsmaniyah memiliki tanggung jawab besar, yakni tidak sekedar membaiat kepada murid baru kemudian tugasnya selesai, akan tetapi beliau secara terus-menerus melakukan pembinaan secara rutin melalui majelis khususi mingguan, pengajian rutin bulanan setiap Ahad awal bulan hijriyah dan kunjungan rutin ke berbagai daerah.

Itulah Kiai Asrori, keberhasilannya boleh jadi karena kepribadiannya yang moderat namun ramah, di samping kapasitas keilmuan tentunya. Murid-muridnya yang telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi terbatas kepada masyarakat awam yang telah berusia lanjut saja, akan tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yang pada mulanya justru asing dengan thariqah.
Walaupun tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu-elukan banyak orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah sosok yang tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.

Tanda tanda menjadi panutan sudah nampak sejak masa mudanya. Masa mudanya dihabiskan untuk menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kala itu Kiai Asrori muda yang badannya kurus karena banyak tirakat dan berambut panjang memiliki geng bernama “orong-orong”, bermakna binatang yang keluarnya malam hari. Jama’ahnya rata-rata anak jalanan alias berandalan yang kemudian diajak mendekatkan diri kepada Allah lewat ibadah pada malam hari. Meski masih muda, Kiai Asrori adalah tokoh yang kharismatik dan disegani berbagai pihak, termasuk para pejabat dari kalangan sipil maupun militer.

Baiat thariqah


Kini, ulama yang usianya belum genap lima puluh tahun itu menjadi magnet tersendiri bagi sebagian kaum, khususnya ahli thariqah. Karena kesibukannya melakukan pembinaan jama’ah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air hingga mancanegara. Kiai Rori menyediakan waktu khusus buat para tamu, yakni tiap hari Ahad. Sedangkan untuk pembaiatan, baik bagi jama’ah baru maupun lama dilakukan seminggu sekali. (ada tiga macam pembaiatan, yaitu Baiat Bihusnidzdzan, bagi tingkat pemula, Baiat Bilbarokah, tingkat menengah dan Baiat Bittarbiyah, tingkat tinggi).

Untuk menapaki level level itu, tiap jama’ah diwajibkan dzikir rutin yang harus diamalkan oleh murid yang sudah berbaiat berupa dzikir jahri (dengan lisan) sebanyak 160 kali dan dzikir khafi (dalam hati) sebanyak 1000 kali tiap usai sholat. Kemudian ada dzikir mingguan berupa khususi yang umumnya dilakukan jama’ah per wilayah seperti kecamatan.

Thariqah yang diajarkan Kiai Rori memang dirasakan berbeda dengan thariqah atau mursyid mursyid lainnya pada umumnya. Jika kebanyakan para mursyid setelah membaiat kepada murid baru, untuk amaliyah sehari-hari diserahkan kepada murid yang bersangkutan di tempat masing-masing untuk pengamalannya, tidak demikian dengan Kiai Rori. Beliau sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyah Wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah memiliki tanggung jawab besar, yakni tidak sekedar membaiat kepada murid baru kemudian tugasnya selesai, akan tetapi beliau secara terus-menerus melakukan pembinaan secara rutin melalui majelis khususi mingguan, pengajian rutin bulanan setiap Ahad awal bulan hijriyah dan kunjungan rutin ke berbagai daerah.

Untuk membina jama’ah yang telah melakukan baiat, khususnya di wilayah Jawa Tengah, bahkan Kiai Rori telah menggunakan media elektronik yaitu Radio Siaran untuk penyebaran dakwahnya, sehingga murid muridnya tidak lagi akan merasa kehilangan kendali. Ada lima radio di Jawa Tengah yang dimilikinya setiap pagi, siang dan malam selalu memutar ulang dakwahnya Kiai Rori, yakni Radio Rasika FM dan “W” FM berada di Semarang, Radio Citra FM di Kendal, Radio Amarta FM di Pekalongan dan Radio Suara Tegal berada di Slawi.

Radio radio inilah setiap harinya mengumandangkan dakwahnya yang sangat khas dan disukai oleh banyak kalangan, meski mereka tidak atau belum berbaiat, bahkan ketemu saja belum pernah, toh tidak ada halangan baginya untuk menikmati suara merdu yang selalu mengumandang lewat istighotsah di awal dan tutup siaran radio. Kemudian juga dapat didengar lewat manaqib rutin mingguan dan bulanan serta acara-acara khusus seperti Haul Akbar di Kota Pekalongan beberapa waktu lalu disiarkan langsung oleh tiga radio ternama di Kota Pekalongan dan Batang.

Dalam setiap memberikan siraman rohani, Kiai Rori menggunakan rujukan Kitab Nashaihul Ibad karya Syekh Nawawi Al Bantani, Al Hikam karya Imam Ibnu Atha’illah dan lain lain. Selain pengajian yang lebih banyak mengupas soal tasawuf, Kiai Rori juga sering menyisipkan masalah fiqih sebagai materi penunjang. Seorang ulama asal Ploso Kediri Jawa Timur, KH. Nurul Huda pernah bertutur, sulit mencari ulama yang cara penyampaiannya sangat mudah dipahami oleh semua kalangan dan do’anya sanggup menggetarkan hati seperti Kiai Asrori. Hal senada diakui oleh KH. Abdul Ghofur seorang ulama asal Pekalongan, Kiai Asrori seorang figur yang belum ada tandingnya, baik ketokohannya maupun kedalaman keilmuan dan spiritualnya.
Jama’ah Al Khidmah sebagai wadah

Sadar bahwa manusia tidak akan hidup di dunia selamanya, Kiai Asrori telah berfikir jauh ke depan untuk keberlangsungan pembinaan jama’ah yang sudah jutaan jumlahnya. Perkembangan jumlah murid cukup menggembirakan ini sekaligus mengundang kekawatiran. Apa pasal ? banyaknya murid yang berbaiat di Thariqah Qadiriyah wan Naqsabandiyah Al Utsmaniyah menunjukkan bahwa ajaran ini memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi murid murid yang telah berbaiat terus dibina melalui berbagai majelis, sehingga amalan-amalan dari sang guru tetap terpelihara.

Di sisi lain banyaknya murid juga mengundang kekhawatiran sang guru. Karena mereka tidak terurus dan terorganisir dengan baik, sehingga pembinaannya pun kurang termonitor. Kondisi inilah yang mendorong beberapa murid senior memiliki gagasan untuk perlunya membentuk wadah di samping dorongan yang cukup kuat dari Kiyai Asrori sendiri, sehingga diharapkan dengan terbentuknya wadah bagi para murid-muridnya dapat lebih mudah melaksanakan amalan amalan dari gurunya.

Maka dibentuklah wadah bernama “Jama’ah Al Khidmah”. Organisasi ini resmi dideklarasikan tanggal 25 Desember 2005 kemarin di Semarang Jawa Tengah, dengan kegiatan utamanya ialah menyelenggarakan Majelis Dzikir, Majelis Khotmil Al Qur’an, Maulid dan Manaqib serta kirim do’a kepada orang tua dan guru-gurunya. Kemudian menyelenggarakan Majelis Sholat Malam, Majelis Taklim, Majelis Lamaran, Majelis Akad Nikah, Majelis Tingkepan, Majelis Memberi nama anak dan lain lain.

H. Hasanuddin menjelaskan, organisasi ini sengaja dibentuk bukan karena latah apalagi berorientasi ke politik praktis, akan tetapi semata mata agar pembinaan jama’ah lebih terarah dan teratur. Siapapun bisa menjadi anggotanya, baik yang sudah baiat atau yang belum baiat. Seperti kegiatan kegiatan Haul Akbar di Kota Pekalongan tempo hari merupakan salah satu bukti bahwa kegiatan Jama’ah Al Khidmah banyak diminati oleh berbagai kalangan khususnya di wilayah Pekalongan dan sekitarnya.

Meskipun di wilayah ini belum banyak yang menyatakan baiat ke Kiai Asrori, ternyata magnet kiai yang berpenampilan kalem dan sederhana ini dapat menghadirkan puluhan ribu ummat Islam untuk duduk bersimpuh bersama-sama dengan para kiyai, ulama, habaib dan ratusan undangan lainnya untuk bersama-sama melakukan dzikir dan mendoa’akan istri Rasulullah Ummil Mukminin Sayyidatina Siti Khodijah Al Kubro yang kini telah mulai banyak dilupakan ummat Islam.

Acara ini memang tergolong khusus, pasalnya kegiatan Haul Sayyidatina Siti Khodijah tidak lazim dilaksanakan oleh ummat Islam. sehingga banyak yang tidak menyangka kegiatan ini akan mendapat perhatian yang cukup besar. Bahkan Habib Umar Bin Salim cucu Rasulullah SAW asal Hadramaut Yaman Yordania yang hadir dalam secara khusus di majelis dzikir itu mengatakan, sudah selayaknya ummat Islam mendoakan istri Rasulullah, karena beliau mempunyai peranan yang sangat penting dan banyak jasanya membantu Rasulullah dalam pengembangan ajaran Islam. ”Kami siap hadir setiap majelis ini digelar”, ujarnya usai acara.

Disarikan dari berbagai sumber.

Senin, 23 April 2012

Selamat Datang di Web/Blog Jama'ah Al-Khidmah Kloposepuluh


Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Al-Hamdulillah, Al-Hamdulillah, Al-Hamdulillah wa Syukrulillah, dengan ungkapan ini, kita panjatkan rasa puji syukur kehadirat Allah SWT, serta tidak lupa Sholawat dan Salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah SAW, serta keluarga dan para sahabatnya, sebagai rasa haru dan bahagia atas masih dipertemukannya kita semua melalui media ini.

Tidak terasa pula, hampir 2 tahun lebih kita ditinggalkan Guru kita, Imam kita, serta Panutan kita Hadratus Syaikh KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqi RA, namun suasana kehadiran Beliau di setiap majelis-majelis Dzikir dan Maulidurrasul sangat terasa. Mudah-mudahan kita semua bisa bersama Beliau kelak karena kita semua bernaung dalam satu ikatan yaitu Jama'ah Al-Khidmah. Melalui media yang sangat sederhana ini, perkenankan kami memperkenalkan sebuah web/blog Jama'ah Al-Khidmah Kloposepuluh Sukodono-Sidoarjo.Mudah-mudahan media ini bisa menjadi media Dakwah,media Silaturahim, dan media Komunikasi bagi kita semua.

Semoga pertemuan kita melalui media ini, senantiasa mendapatkan Rahmat, Hidayah, dan Maghfirah dari Allah SWT serta diberikan Istiqomah, Tuma’ninah, Ma’zia datil Mahabbah wal Ma’rifah wal Taqqorub ‘Indallah, diberikan keselamatan dari segala macam musibah, penyakit, kerusakan, gangguan dan kedzoliman serta fitnah, dan diberi Husnul Khotimah fiddini wad dunya  wal Akhiroh, Amin, Amin, Amin ya Robbal ‘Alamin.

Akhir kata, keluarga besar Jama'ah Al-Khidmah Kloposepuluh mengucapkan:

"SELAMAT DATANG DI HALAMAN JAM'AH AL-KHIDMAH KLOPOSEPULUH SUKODONO-SIDOARJO"

Jazakumullah Khoiron Katsiro...

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Admin
alkhidmah-klopox